Antara Cita-cita dan Problemtika (Part I) - Risalah Kuliahku

Berbagi info tugas kuliah, Kata bijak, Motivasi dan Inspirasi, Internet, Komputer

Selasa, 13 Februari 2018

demo-image

Antara Cita-cita dan Problemtika (Part I)




gambar-kata-kata-motivasi-mengenai-cita-cita

Antara Cita-cita dan Problematika (Part I)
By : Anik Suhari

Fera, gadis cantik berusia 20 tahun yang memiliki seribu tekad untuk bisa kuliah seperti halnya teman-temannya, yang dapat menikmati setiap detik dengan belajar, setiap hari mengenakan baju rapi, namun hal itu tidak dengan Fera. Ia terlahir dari keluarga kecil, sejak lahir tidak pernah bahkan tidak bisa memandang wajah ayahnya. Sebab, ayahnya sudah meninggal ketika ia masih berada dalam kandungan ibunya. Fera dibesarkan ibunya yang hanya sebatang kara mempertahankan kondisi untuk membesarkan Fera, sekaligus menjadi tulang punggung demi kelangsungan hidupnya. Ibunya bekerja serabutan, dengan rasa syukurnya yang berlimpah Allah Swt slalu mencukupkan penghasilannya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari juga biaya sekolah Fera.

Ketika Fera duduk di bangku SMA kelas 3, musibah menimpanya, ibunya tercinta meninggal karena sakit jantung. Kondisi keluarga yang apa adanya, tidak mampu mengobati penyakitnya karena biaya Rumah Sakit  yang begitu mahal. Dan kini Ibu yang menjadi tolak kehidupan bagi Fera telah tiada untuk selama-lamanya. Ketika itu Fera sangat terpukul dan berat hati ditinggal Ibunya pergi untuk selama-lamanya. Taqdir sudah berkata hal itu, dan Fera hanya bisa mengikhlaskan dengan berat rasa, semoga Ibunya berada dintara sisi terbaik-Nya. Setelah Ibunya meninggal, Fera tinggal bersama neneknya yang juga hanya sebatang kara.

Masa belajar di SMA Harapan Bangsa sebentar lagi selesai, dan Fera akan menempuh ujian Nasional. Di samping itu juga sudah dibebani pikiran akan melanjutkan kuliah dimana nantinya, sedangkan Fera berada di tengah-tengah keluarga yang tidak mampu, entah bisa melanjutkan kuliah apa tidak. Namun Fera tidak patah semangat, apapun keadaannya ia harus kuliah, tekadnya begitu besar. Sebab, ia sudah berjanji kepada ibunya untuk menjadi seorang sarjana, meskipun ia berada dikeluarga yang tidak mampu.

Ujian Nasional dan ujian-ujian lainnya satu persatu terlewati. Tibalah sekarang momen yang sangat ditunggu-tunggu siswa, yaitu wisuda. Ketika itu, tidak ada siapapun yang menghadiri wisudanya. Betapa sakitnya hati ketika melihat orang lain bisa bersama dengan orang tuanya saat acara wisuda, sedangkan Fera hanya mampu memandangnya dengan sebuah ilusi. Tapi tidak apa-apa, hal itu tidak membuat Fera untuk meresahkan momen wisudanya. Berkat usaha dan doa terbaiknya, Fera menjadi wisudawan terbaik disekolahnya dan mendapat peringkat pertama Ujian Nasional di sekolahnya. Dengan hasil tersebut ia hadiahkan untuk Ibunya yang sudah meninggal dan disampaikannya ketika pidato perwakilan siswa di depan khalayak. Cucuran air mata kebahagiaan, khalayak juga merasakan kesedihan yang Fera sampaikan. Namun, hal itu tidak menjadi kelegaan bagi Fera, sebab masih ada banyak mimpi yang harus ia gapai.

Masuklah dimana situasi teman-teman Fera sedang membingungkan hati untuk menempuh kuliah dimana. Sedangkan Fera hanya pasrah dengan keadaan, neneknya yang sebatang kara itu juga bekerja serabutan, “mana mungkin bisa membiayai kuliahku”, ujarnya. Pada akhirnya Fera tidak banyak meresahkan keadaan, mau tidak mau ia harus bekerja untuk biaya kuliahnya nanti. Fera bekerja disebuah pabrik yang ada di kotanya, setiap hari berangkat pagi pulang malam, demi merenggut nasibnya yang tak berujung. Sekitar tiga bulan ia bekerja, nenek yang slalu menemani Fera, kini menyusul kematian. Fera tidak bisa berbuat apa-apa lagi, orang-orang disekitarnya yang ia sayangi perlahan pergi meninggalkannya. Setelah neneknya meninggal, ia tinggal bersama bibinya yang berada di kota seberang. Karena sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, dan hanya bibinyalah orang satu-satunya yang bisa menemani Fera, meskipun bibinya sendiri juga tidak begitu dekat dengan keluarga Fera dahulu.

Memasuki tahun ke dua, sudah lama ia bekerja. Namun, hasrat ingin kuliah masih saja muncul di benak Fera. Ia juga slalu ingat akan janjinya kepada Ibunya untuk menjadi seorang sarjana. Ketika meminta izin kepada bibinya bahwa ia akan kuliah, bibinya seketika itu mengeraskan pembicaraannya untuk melarang Fira untuk kuliah, karena kondisi keluarga bibinya yang pas-pasan tidak cukup apabila untuk membiayai Fera kuliah. Bahkan Fera diancam bibinya, jika nekad tetap kuliah maka bibinya tidak segan-segan akan mengusirnya dari rumah. Fera yang berada di tengah-tengah harapan dan kepatuhan. Namun, Fera akan tetap bersama tekadnya untuk menjadi seorang sarjana.

Ketika dibukanya pendaftaran kuliah melalui jalur SBMPTN, ia mencoba dengan berbekal satu buku panduan yang sudah kumal lembaran-lembarannya. Buku itupun ia dapat dari tempat rongsokan. Setiap hari ia belajar, mencoba mengerjakan soal-soal SBMPTN. Karena bobot soal SBMPTN yang dianggap sulit, setiap ia mengerjakan per soal, ia menangis sebab tidak bisa mengerjakannya. “Ya Allah bagaimana bisa aku lolos di PTN yang aku mimpikan, sedangkan untuk mengerjakan soal-soalnya saja aku tidak bisa”, ucapnya disertai tangisan kecil. Tibalah hari tes seleksi, SBMPTN pun berlangsung. Fera mengerjakan sebisa mungkin dengan harapan Allah Swt memberikan hasil terbaik untuknya.

Sembari menunggu hasil tes seleksi, Fera mengisi waktu luangnya dengan bekerja serabutan. Kadang memulung barang-barang bekas, kadang jadi tukang cuci di tempat tetangganya, bersih-bersih balaidesa, dan pekerjaan lainnya yang Fera mampu mengerjakannya. Pekerjaan-pekerjaan tersebut ia selesaikan dengan senang hati, sebab dibalik kerja kerasnya ada harapan yang harus ia wujudkan. Dengan hasil kerjanya setiap hari ia tabung untuk biaya kuliah nantinya.

Suatu ketika, Fera meminta izin dan memantapkan hati bibinya untuk yang kedua kalinya, agar Fera dibolehkan tetap bisa kuliah. Namun, bibinya tetap mengatakan dengan perkataan yang sama. Fera terpukul seolah kesempatan kuliah tidak ada pada dirinya, dengan menangis dan merenungi nasibnya kemudian Fera bertekad hati untuk mengatakan, “Ya Allah, jika aku ketrima di PTN yang selama ini aku harapkan, aku akan ngafalin Qur’an”. Ucapan ringan namun tersirat tanggung jawab yang sangat berat tersebut telah terucap sebagai nadzarnya.

Tepat 28 Mei, dimana tanggal pengumuman tes seleksi SBMPTN. Sebelum membukanya, Fera tidak banyak-banyak berharap, sebab ia percaya Allah Swt pasti menghendaki kebaikan yang ada pada diri hambanya. Dibukalah pengumuman tersebut dan bertuliskan bahwa ia ketrima di PTN yang selama ini menjadi harapannya. Kebungahan yang tiada tara, kini Fera bisa kuliah seperti halnya teman-temannya, meskipun ia telat dua tahun. Berita baik itu ia sampaikan kepada bibinya, tidak menjadi kebahagiaan namun menjadi tangisan. Justru bibinya malah mengusirnya dari rumah, bibinya tidak mau menanggung biaya kuliahnya. Sesuatu yang seharusnya menemani kesenangan hati malah menjadi permasalahan bagi Fera. Fera diusir dari rumahnya, dan ia kembali ke rumah neneknya yang dulu, meskipun hidup sebatang kara. Dengan keadaannya yang seperti itu, Fera tetap menuai tekadnya untuk kuliah.

Beberapa hari kemudian Fera mengurus semua biaya registrasi dengan uang hasil kerja kerasnya selama ini. Namun menjadi terbengkelai lagi, uang yang akan dibayarkan kurang 300rb, darimana Fera mendaptkan uang tersebut sedangkan tanggal pembayaran sudah kurang dua hari. Dengan sisa waktu dua hari tersebut Fera bekerja ke sana ke mari demi mendapatkan uang kurangannya. Tepat hari terakhir pembayaran, uang sudah terkumpul tanpa ada kekurangan. Kemudian Fera membayarkannya melalui bank terdekatnya. Betapa bahagianya, ketika harapan terwujud menemani kenyataan hidup. Fera tidak lupa dengan ikrarnya bahwa Ia akan menghafal Al-Qur’an. Dengan itu, sembari menunggu masuk hari perkuliahan, ia mengisi waktunya dengan menghafal Al-Qur’an dengan Ustadzah di kampongnya, juga bekerja serabutan di sekitarnya.
Mimpi dan harapan harus besar, sebab kita punya Allah Swt yang Maha Agung. Yang mampu membesarkan impian kecilmu. Semua itu dapat kita raih bersama dengan kerja keras dan doa-doa terbaik yang setiap kali kita panjatkan. Berlarilah, dan jemputlah mimpimu..

2 komentar:

  1. blogger_logo_round_35

    Yakinlah bahwa Allah selalu bersama kalian, hehe bagus kak cerita nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. blogger_logo_round_35

      Tunggu cerita part II ya kak. sering2 main ke blog. Semoga meningkatkan rasa syukur setelah baca kisahnya orang lain, karena ada yang lebih susah daripada diri kita 😊

      Hapus